Pemikiran Imam Syafi’i Tentang Ketentuan Quru’ dalam Surat Al-Baqarah Ayat 228 dan Relevansinya

  • Dri Santoso IAIN Metro Lampung

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menelaah pemikiran Imam Syafi‟i tentang ketentuan
quru‟ bagi perempuan, karena perempuan atau istri memiliki kewajiban melaksanakan
iddah baik iddah cerai atau iddah baik iddah cerai atau iddah yang ditinggal mati oleh
suaminya, Hal ini merupakan suatu kondisi di mana isteri harus menahan diri atau
berkabung. Selama masa itu, isteri hendaknya menyatakan. Hal ini bertujuan untuk
menghormati kematian suami.Apabila masa iddah telah habis, maka tidak ada
larangan bagi perempuan untuk berhias diri, melakukan pinangan, bahkan
melangsungkan akad nikah. Relevansi Quru‟ dalam konteks ke-Indonesiaan adalah
antara pendapat Imam Syafi‟I lebih relevan pendapat dengan alasan, Indonesia adalah
Negara yang mayoritas umat Islam bermadzhabkan Imam Syafi‟i. Imam Syafi‟i
mengatakan Quru‟ dalam masa Iddah cerai yang terdapat dalam surat Al-baqarah ayat
228 itu suci, karna ber istinbath dengan menggunakan Al-Qur‟an yang diperkuat oleh
hadits serta dengan bahasa. Relevansi Ketentuan Quru‟ dalam konteks keIndonesiaan pendapatnya Imam Syafi‟i dengan alasan tertentu, pertama, aturan yang
bersifat absolut dan mutlak benar, universal, kekal, tidak berubah dan tidak boleh
diubah seperti keesaan Allah, rakaat shalat dan sebagainya. Kedua, aturan yang tidak
bersifat absolut, tidak universal, tidak kekal, berubah dan dapat dirubah. Bagian
kedua ini tercermin dalam perbedaan pandangan akan tetapi lebih banyak
menggunakan Madzhab Syafi‟i

Published
2021-10-09
Section
Articles